Thursday, October 26, 2006

Puasa, Lebaran dan Kemenangan

PUASA, LEBARAN DAN KEMENANGAN

Tidak terasa bulan puasa yang satu bulan penuh telah kita liwati. Hari Raya Idul Fitri telah pula kita rayakan dan nikmati bersama, dengan anggota keluarga, handai taulan, sanak famili, para sahabat dan orang-orang tercinta.

Kalau kita mau berfikir, bukankah bulan puasa serta Hari Raya semacam ini entah sudah berapa kali kita mengalaminya? Bukankah tiap tahun hari-hari yang sakral itu datang lagi dan lagi, sejak kita masih kecil, tumbuh remaja, dewasa dan beranjak tua?

Lalu apa sebenarnya maksud yang terkandung dalam peristiwa itu, adakah hikmah di dalamnya? Dan sudahkah kita bisa mengambil manfaatnya?

Siapa pun kita, pegawai negeri, profesional atau pun wirausahawan, sudah pasti bisa mengambil banyak hikmah dari prosesi bulan puasa sampai kepada Hari Raya yang kita sebut dengan Hari Kemenangan itu. Apa sajakah?

KESADARAN AKAN “JER BASUKI MOWO BEO”

Kenikmatan berhari raya, hanya dapat dirasakan secara maksimal oleh mereka yang benar-benar menunaikan ibadah puasa secara penuh. Artinya, cuma oleh mereka yang menahan lapar, haus serta hawa nafsu selama satu bulan penuh, dengan sepenuh-penuh kesadaran akan makna ibadah yang dijalankannya.

Mereka akan menginsyafi, bahwa kenikmatan tersebut baru mampu diperoleh, setelah melalui perjuangan berat, dalam bentuk kosongnya perut, keringnya tenggorokan, lemas dan tak berdayanya tubuh yang sebelumnya begitu perkasa, ditambah dengan kelelahan mental melawan gejolak emosi.

Makna yang terkandung dari proses ini memberikan kita pencerahan tentang hal bahwa setiap keberhasilan, setiap kesuksesan dan setiap kemenangan yang memilik nilai, hanyalah yang diperoleh melalui perjuangan. Semakin berat dan keras perjuangan yang dilalui, semakin manis pula madu kemenangan yang bisa direguk.

Dengan demikian, benarlah apa yang dikatakan oleh pepatah Jawa: “Jer basuki mowo beo”, setiap keberhasilan memerlukan biaya. Ini juga yang mengingatkan kita semua kepada peribahasa yang sejak kecil kita telah diajarkan: “Bersakit-sakit lebih dahulu, bersenang-senang kemudian..”

V I S I

Salah satu tujuan dari berpuasa di bulan Ramadhan adalah untuk memberikan kesempatan pada kita, guna melakukan instrospeksi alias mawas diri, atas apa-apa yang telah kita lakukan selama ini. Adakah semua sepak terjang kita telah sesuai dengan yang seharusnya, dan apakah perjalanan yang telah kita lalui masih tetap berada pada jalur yang benar.


Tak dapat dipungkiri bahwa selama bulan puasa, terutama pada minggu-minggu terakhir, kegiatan bisnis serta pemerintahan, mengalami penurunan. Bukannya tanpa maksud, karena biasanya para pimpinan perusahaan dan organisasi memanfaatkan situasi itu untuk mengadakan konsolidasi ke dalam. Mereka sedikit mengurangi kegiatan ke luar, sebaliknya, pengamatan ke dalam, evaluasi serta penataan kembali ditingkatkan.

Hal seperti itu memang sejalan dengan tujuan ibadah puasa, di mana kita mendapatkan kesempatan untuk melakukan konsolidasi untuk menata kembali perjalanan hidup kita ke depan, agar lebih baik dan mantap melanjutkan perjuangan sehabis Hari Raya.

LEAN AND MEAN

Pada umumnya, meski ada beberapa kekecualian, seorang pelaku puasa akan mengalami penurunan badan yang cukup drastis. Saya sendiri termasuk orang yang “sensitif”, sehingga setiap habis berpuasa sebulan lamanya, paling sedikit saya akan kehilangan 4 kilogram berat badan. Tubuh dan wajah saya akan terlihat kurus.

Namun demikian, di balik kekurusan itu, saya merasakan sesuatu yang mengenakkan. Tubuh saya terasa ringan, gerakan saya lebih bebas dan gesit, serta merasa suasana tubuh bagaikan kembali ke masa SMA dulu (waktu SMA bobot saya hanya 54 kg).

Ada istilah dalam bisnis, yang disebut “Lean And Mean”. Istilah ini artinya “kurus tanpa lemak, tapi sehat dan gesit”. Sebuah badan usaha, secara berkala perlu diterapi untuk selalu “lean and mean”. Artinya, perusahaan seyogyanya selalu diawasi dan dikendalikan untuk tidak terlalu “gemuk dan tambun”, sehingga bebannya berat, dan manuvernya melamban.

Perusahaan yang “gemuk dan tambun” akan selalu kalah dalam persaingan, sehingga perlu memangkas semua unsur yang berlebihan, seperti kelebihan SDM yang tidak efektif, biaya-biaya ekstra yang tidak terlalu diperlukan, birokrasi yang terlalu panjang dan lain sebagainya.

KEPEDULIAN SOSIAL

Sebuah perusahaan yang didukung oleh masyarakat, pasti akan memperoleh kemajuan yang signifikan. Oleh sebab itu, perlu sekali diperhatikan kegiatan-kegiatan yang menunjukkan kepedulian sosial.

Dalam menyelesaikan ibadah puasa, sebelum fajar menyingsing di Hari Raya, seluruh umat diminta untuk menunaikan kewajiban membayar zakat fitrah dan juga zakat maal (zakat kekayaan). Besarnya zakat maal ini bagi umat Islam adalah 2,5 persen dari nilai kekayaannya.

Artinya, kalau kita memiliki harta sebesar Rp. 100 juta, maka kita wajib menyisihkan Rp. 2,5 juta untuk diberikan kepada fakir miskin. Saya tidak tahu apakah ada di antara kita yang masih merasakan jumlah 2,5 persen ini terlalu berat atau terlalu besar?

Tapi tahukah Anda, bahwa di antara teman-teman kita umat Nasrani, zakat maal itu adalah sebesar 10 persen? Jika mereka mempunyai uang Rp. 100 juta, maka yang akan dialokasikan untuk charity adalah Rp. 10 juta!?

Saya menghimbau, bagaimana kalau kita semua mencoba belajar menyisihkan 10 persen untuk dizakatkan, dan lihatlah bagaimana alam semesta akan memberikan tanggapannya terhadap kasih sayang pada sesama yang Anda tunjukkan itu.

Bahkan ada suatu pemikiran lain yang akan saya ajukan, yaitu sebuah konsep tanggung jawab sosial yang mungkin akan Anda anggap terlalu revolusioner, atau akan Anda beri label “gila”, jika Anda belum mendengar penjelasannya secara tuntas. Apakah itu?

Bagaimana kalau kita mulai saat ini berikrar untuk menyisihkan zakat maal kita itu 100 persen?

Eit, please.. jangan buru-buru mencap saya mengada-ada atau sinting. Dan jangan cepat-cepat berfikir bahwa Anda akan diajak untuk bekerja bhakti sepanjang hidup. Dengarkan dulu ya?

Saya juga tidak setuju kalau Anda dan saya meraup 100 persen dari seluruh pendapatan untuk dibagikan begitu saja kepada fakir miskin. Kenapa? Karena itu tidak mendidik. Kita bukan memberi pancing, tapi sekadar memberi ikan. Itu sebuah bentuk pemanjaan, dan hampir semua bentuk pemanjaan, umumnya tidak mendidik.

Yang saya maksud dengan zakat maal 100 persen adalah, sebuah paradigma bahwa kita menjalankan usaha dengan niat dan anggapan bahwa seluruh aset, seluruh sumber daya dan seluruh keuntungan yang diperoleh dari usaha kita adalah untuk didedikasikan kepada masyarakat banyak.

Bagaimana implementasinya?

Hitunglah semua biaya yang diperlukan, seperti biaya operasional, biaya overhead, biaya gaji karyawan dan biaya-biaya lainnya seperti biasanya. Lalu tentukan besar gaji Anda sendiri, menurut yang Anda anggap pantas dan lebih dari cukup untuk membiayai hidup Anda, keluarga dan seluruh tanggungan Anda. Tentukan juga Retained Earning (RE), besaran laba yang perlu ditahan guna mengembangkan usaha selanjutnya.

Nah setelah itu, Anda harus konsekwen. Jangan mengambil lebih banyak dari jatah Anda, mulai saat itu semua keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan, adalah hak milik masyarakat banyak. Perusahaan harus mendirikan sedikitnya sebuah yayasan, atau bekerja sama dengan yayasan-yayasan di luar perusahaan, untuk mengelola 100 persen net profit Anda itu untuk kepentingan sosial.
Dengan demikian, dapatlah kita meyakinkan diri bahwa manfaat kehidupan kita, berikut semua badan usaha yang kita dirikan adalah benar-benar mencapai manfaat yang maksimal. Pikirkanlah dan putuskan. Anda berani?

SPIRITUAL ECO SYSTEM

Sebagaimana tulisan saya yang lalu, dunia ini bergerak berdasarkan siklus-siklus. Segala sesuatu bergerak menurut aturan baku yang bersifat alamiah. Ada yang masuk, ada yang keluar. Ada yang menaik, ada yang menurun. Semua membentuk sebuah lingkaran yang berulang, yang kita sebut siklus. Siklus itu adalah apa yang kita sebut dengan ekosistem.

Secara fisik, ekosistem dapat terlihat dari fenomena alam bagaimana air menguap karena sinar matahari, naik ke atas, mengkondensasi membentuk awan, menjadi berat lalu jatuh ke bumi dalam bentuk hujan dan kembali menjadi air. Lalu siklus pun berulang.

Kita lihat juga bagaiman petani menebar bibit, bertumbuh, menjadi ranum dan matang, untuk kemudian dituai dan dipanen. Lalu siklus pun berulang.

Kita pun tidak terbebas dari lingkaran yang serupa. Kita makan dan minum sebagai masukan, tapi kita pun harus mengeluarkan dan membuang sesuatu agar kesehatan terjaga.

Secara spiritual, sistem melingkar juga berlaku, kita sebut sebagai “Spiritual Eco System”. Bila kita menarik sesuatu, kita perlu juga mengeluarkan sesuatu. Kalau kita ingin memperoleh rejeki dalam jumlah besar, maka kita pun harus berderma dalam jumlah yang juga besar.

Barang siapa bekerja keras, alam akan mencatatnya, dan pada waktunya alam pun akan memberikan ganjaran berkah lengkap dengan bonus yang terkadang tidak tersangka-sangka besarnya.

Kunci dari semua itu adalah keyakinan. Keyakinan adalah iman, dan itulah pula sebenarnya yang terkandung dalam peribadatan kita dalam prosesi berpuasa sampai dengan Hari Raya.

Selamat idul Fitri 1427H, mohon maaf lair bathin.


Rusman Hakim
Pengamat Kewirausahan

Email: rusman@gacerindo.com
Web: http://www.gacerindo.com
Blog: http://rusmanhakim.blogspot.com
Mobile: 0816.144.2792

Anomali Kehidupan

Anomali Kehidupan

Di sekolah dulu, seorang guru saya pernah menyampaikan sebuah teori fisika yang mengatakan bahwa sifat semua benda di dunia ini adalah sama, yaitu memuai bila dipanaskan, dan menyusut bila didinginkan.

Teori ini berlaku buat semua benda, tidak terkecuali air, demikian kata beliau.

Tapi ada suatu keadaan bertendensi terbalik, yang dinamakan “anomali air”. Keadaan dimaksud terjadi pada saat air dipanaskan pada suhu +4º Celcius. Ternyata air tidak memuai. Sebaliknya, air tersebut menyusut. Demikian juga pada saat air didinginkan pada suhu -4º Celcius, sebaliknya dari menyusut, eh.. dia malah mengembang. Aneh kan?

Nah, setelah saya fikir-fikir, dalam kehidupan ini juga banyak kejadian yang aneh-aneh. Saya bahkan ingin mengatakannya banyak anomali dalam kehidupan ini.

Adanya dualisme dalam kehidupan kita, itu saja sudah aneh. Coba pikir, ada panas ada dingin. Ada kecil ada besar. Ada baik ada buruk. Ada siang ada malam Kita bisa menyebutkan lagi seribu satu contoh dualisme, kalau mau.

Kelanjutan dari keanehan itu adalah, lho kok kita hidup di dunia ini harus memilih salah satu dari dua kutub dualisme? Alim ulama dan para pendeta mengatakan bahwa kita harus memilih hanya kebaikan, dan membuang jauh-jauh yang namanya keburukan.

Guru saya di sekolah menekankan, kita harus selalu rajin dan melenyapkan kemalasan. Dokter mengatakan bahwa kita harus mengutamakan kebersihan dan kesehatan. Berantas kekotoran, ketidakbersihan serta ketidaksehatan.

Kok begitu ya?

Kenapa Tuhan tidak menciptakan saja monoisme, sebagai ganti dari dualisme. Dengan begitu kita semua hanya mengenal yang baik-baik saja. Kita hanya tahu kebaikan, kebajikan, kebersihan, kesehatan dan semua yang sifatnya positif-positif saja. Dan kita tidak perlu tahu dengan yang negatif, seperti keburukan, kejahatan, kekotoran, kemalasan, dan lain sebagainya. Kan dengan begitu, manusia juga tidak akan mengalami kebimbangan atau keraguan dalam memilih jalan hidupnya, bukan?

TUHAN Maha Besar.. Itulah akhirnya yang saya bisa ucapkan tatkala menemukan secuil pencerahan. Dualisme memang sudah karakternya dunia. Manusia memang diturunkan ke dunia untuk menentukan sikap, untuk memilih. Akankah manusia memilih kebenaran bagi dirinya, dan menolak kebathilan? Akankah orang akan memilih semua yang positif dan menyingkirkan yang negatif?

Monoisme, di mana yang ada hanyalah semua yang baik-baik saja, cuma terdapat di dalam surga. Bukan di dunia. Di surga hanya ada bahagia, tidak ada sengsara. Hanya ada kenikmatan tidak ada kesakitan. Hanya ada suka cita tidak ada muram durja. Tuhan memberikan itu semua untuk manusia. Tapi manusia sendirilah yang mengubahnya menjadi berbeda.

Nabi Adam, ditengah-tengah kehidupannya yang serba nikmat itu, kok sempat-sempatnya memetik buah khuldi, sehingga berakibat pecahnya monoisme menjadi dualisme? Kok berani-beraninya dia berbuat begitu hingga timbul konfrontasi antara Tuhan dengan Setan? Sadarkah dia bahwa perbuatannya itu telah menyebabkan seluruh keturunan manusia menjadi sengsara, hidup terombang-ambing di dunia fana yang penuh dengan kebimbangan dan ketakutan?

Beratus bahkan beribu tahun umat manusia harus menanggung derita penghidupan dunia dalam kegelapan, kebutaan serta ketidakmengertian tentang hakikat hidup ini. Manusia bahkan tidak tahu siapa dirinya yang sebenarnya!

Syukur alhamdulillah, bahwa sedikit demi sedikit, sejumlah manusia bijak dapat juga mengungkap rahasia kehidupan. Kaum waskita di negeri Cina berhasil menemukan bahwa semua yang kelihatan saling bertentangan itu sebenarnya berasal dari sumber yang sama. Bahwa dualisme itu asalnya dari monoisme. Bahwa yang gelap dan yang terang, yang tinggi dan yang rendah, yang benar dan yang salah, yang panas dan yang dingin, semuanya bersumber satu.

Coba cernakan kata-kata ini: “Yang ada berasal dari yang tiada, yang tiada berasal dari yang ada. Yang tiada itu sesungguhnya ada, dan yang ada itu sebenarnya tidak ada. Baik yang ada mau pun yang tiada pada dasarnya bersumber dari yang satu, itulah yang disebut TAO..”

Huahaha… saya ingin mengatakan bahwa kalau Anda bukan tipe manusia yang keranjingan spiritualisme, jangan coba-coba menelaah kata-kata itu. Bisa-bisa Anda akan merasa gila sendiri.

Meski demikian, saya ingin menyampaikan bahwa sesungguhnya di antara dua hal yang bertentangan itu memang ada hubungan yang sangat erat. Itu kalau kita tidak mau mengatakannya tidak saja berhubungan, tapi bahkan saling tarik menarik.

Coba perhatikan, kalau Anda menganggap bahwa makan enak itu sesuatu hal yang positif, maka sekali mengumbar makan enak, penyakit pun akan datang “sok akrab” dengan diri Anda. Suatu hal yang negatif, bukan?

Sebaliknya, pada saat Anda menginginkan kesembuhan atau kesehatan yang optimal (positif), jangan heran kalau dokter akan menjejali Anda dengan aneka material yang umumnya terasa pahit, sekaligus harus menjauhi makanan-makanan enak (negatif). Itulah, yang saya maksud dengan tanda-tanda “anomali kehidupan”.

Mungkin Anda menganggap kenyamanan merupakan suatu hal yang positif, dan menjadi tujuan akhir dari kehidupan Anda. Tentu yang Anda cari adalah kemapanan, kelimpahan harta serta segala sesuatu yang serba teratur, serba tenang tenteram serta menjauhkan diri dari perubahan-perubahan, apalagi kejutan-kejutan.

Tapi banyak peristiwa yang terjadi ternyata tidak konsisten dengan anggapan tersebut. Ada seorang komisaris sebuah perusahaan besar, digaji tinggi dan ia cukup datang sebulan sekali ke kantornya yang megah. Sekilas kebanyakan orang mengira ia sudah hidup mapan dan nyaman dengan kondisi yang demikian. Nyatanya, sang komisaris mengaku sangat tidak kerasan dengan kondisi seperti itu, dan ia menginginkan tantangan-tantangan yang lebih besar.

Seorang profesional muda yang menjadi konsultan di perusahaan saya, dengan perasaan sungkan meminta agar honornya dihentikan sementara waktu sampai volume pekerjaan yang diberikan padanya kembali pada tingkat kepadatan seperti sebelumnya. Yang terjadi adalah ia merasa risih dan tidak enak hati, saat harus menerima sejumlah uang setiap bulan, tanpa kerja dan tanggung jawab yang jelas.

Kenapa begitu? Ya, dia merasa ada sesuatu yang hilang. Sesuatu yang tidak seimbang. Sebelum ini, ia selalu menerima bayaran, setelah memberikan kontribusi kerja yang bermanfaat. Maka ia merasakan kenikmatan maksimal dengan penghasilannya. Tapi, setelah beban kerjanya nyaris tiada lagi, dan ia tetap dibayar, kenikmatan itu pun nyaris pula sirna. Bahkan sebaliknya, berubah menjadi beban moral bagi dirinya.

Dengan demikian cukup jelas bagi kita untuk menyimpulkan bahwa keadaan pahit dan manis, nyaman dan tertekan, kaya dan miskin, bahagia dan sengsara, semuanya ada dalam lingkup sebuah sistem maha besar dari alam semesta ini. Dan jangan lupa bahwa kedua ekstrim positif dan negatif itu, semuanya diperlukan bila kita ingin mengerti mekanisme kehidupan dunia. Itulah yang saya sebut dengan “anomali kehidupan”, dan itu pula yang disebut oleh saudara-saudara kita dengan “Tao”.

Anomali yang menjelaskan mengapa seorang anggota keluarga Rockefeller, yang seakan menganggap uang tidak lebih berharga dari pasir dan debu di jalan, akhirnya memilih berkelana di hutan-hutan belantara dan menemui kematiannya di sana.

Topik yang sama juga menjelaskan kenapa Elvis Presley, Marilyn Monroe dan banyak selebriti lain yang telah bergelimang uang akhirnya jatuh ke lembah narkoba, sekadar untuk mengejar dan mencari “sesuatu yang hilang” itu.

Para spiritualis penganut aliran tertentu di India, Persia dan Timur Tengah, mengadakan aktivitas-aktivitas penyiksaan diri guna memenuhi persyaratan ritual mereka. Untuk apa? Tidak lain juga untuk menemukan “sesuatu yang hilang” agar kehidupan mereka kembali dalam keseimbangan hakiki di alam semesta ini.

Bagaimana dengan kita yang berkecimpung dalam kehidupan kerja, baik sebagai karyawan mau pun sebagai usahawan?

Banyak dari kita merasa galau dengan kondisi yang dialami saat ini. Kondisi di mana kita merasa begitu menderita karena kesulitan keuangan di tengah-tengah krisis ekonomi berkepanjangan. Cemas memikirkan masa depan diri dan anak-anak kita kelak. Geram melihat para pemimpin yang tidak lagi memiliki hati nurani karena sepak terjangnya yang korup, arogan, dan sewenang-wenang. Kesal karena setiap hari diperintah-perintah orang lain yang disebut “boss”, padahal gaji kecil tak mencukupi, mau jadi pengusaha belum berani..dan sebagainya..dan sebagainya..

Yang perlu kita sadari adalah, inilah yang disebut dengan anomali kehidupan. Kalau saja kita menyadari dengan sepenuhnya, maka sesungguhnya kita tidak lagi harus merasa menjalani kehidupan dengan keterpaksaan.

Kita sadar bahwa unsur negatif pun diperlukan dalam dunia ini. Tekanan hidup melatih kita untuk menjadi seorang yang tangguh. Kesulitan ekonomi mendidik kita untuk berkarya, bahwa persoalan sebenarnya bukanlah pada kesulitan ekonomi itu sendiri, melainkan alam menghendaki kita untuk berkarya. Bila karya sudah membudaya dalam hidup, otomatis tidak akan ada lagi kesulitan ekonomi.

Nah, teman sekalian. Izinkan saya untuk sedikit berpesan, nikmatilah kehidupan saat ini, bagaimana pun adanya kondisi Anda. Bila Anda sekarang dalam keadaan yang serba kurang, sadarilah bahwa Anda sedang melengkapi kebutuhan hidup pada kutub negatifnya. Nanti, bila Anda telah sukses dan hidup berkelimpahan, Anda akan dapat menikmatinya secara penuh, tanpa perlu jatuh ke dunia narkoba, atau berkelana ke hutan. Kalau Anda sekarang ada dalam kelimpahan, coba periksa, apa Anda bisa menikmatinya dengan baik?

Kalau Anda merasa tidak bisa menikmatinya secara baik dan cenderung jenuh, serta tidak tahu lagi apa yang mesti Anda perbuat, nah.. itu artinya Anda belum cukup mengalami sisi negatif kehidupan. Anda belum cukup mengalami pennderitaan yang membuat Anda pantas memperoleh segala kelimpahan.

Itulah “anomali kehidupan”…


Rusman Hakim
Pengamat kewirausahaan

E-mail: rusman@gacerindo.com
Web: http://www.gacerindo.com
Blog: http://rusmanhakim.blogspot.com
Mobile: 0816.144.2792